Upaya Kurawa melenyapkan Pandawa tidak pernah berhenti. Untuk melaksanakan niat mereka kali ini, didirikanlah sebuah bangunan pertemuan, yang bahannya terbuat dari kayu yang mudah terbakar.
Pembuatan Bale Sigologolo ini, diperkirakan tidak akan memakan waktu lama, paling beberapa hari saja sudah selesai. Pembuatan Bale Sigologlo, telah dicurigai oleh Yama Widura, paman Pandawa dan Kurawa. Yama Widura berbudi baik, ia selalu membela kebenaran. Yama Widura sudah menduga bahwa Balai Sigologolo akan dijadikan tempat pembantaian bagi para Pandawa.
Untuk menggagalkan rencana tersebut, Yama Widura telah menyelundupkan beberapa prajuritnya untuk ikut membangun Bale Sigologolo.
Dimalam hari mereka menyelinap dan bersembunyi di kegelapan malam sehingga tidak diketahui oleh orang orangnya Patih Sengkuni. Yama Widura kenal betul dengan tanah tempat didirikannya Bale Sigologolo. Tanah itu dekat sekali dengan goa dibawah tanah menuju tempat Sanghyang Antaboga berada. Sanghyang Antaboga bertahta diistana bawah tanah bernama Saptapratala.
Untuk mengejar waktu, maka dibuatlah terowongan dari Bale Sigologolo ketempat paling dekat dengan Goa Saptapratala yaitu membuat jalan tembus dibawah tanah, mulai Bale Sigologolo sampai ke goa Saptapratala. Pekerjaan itu tidak akan membutuhkan waktu terlalu lama.Karena panjang terowongan itu tidak terlalu panjang. dari Bale Sigologolo.ke Goa Saptapertala. Para Perajurit Paman Yama Widura segera melaksanakan tugas rahasia. Dalam tempo semalam pekerjaan itupun selesai. Permukaan lubang di permukaan terowongan menuju goa Saptapratala, di tutup dengan jeruji besi. Kemudian ditimbun dengan tanah, sehingga tidak membuat curiga orang orang nya Patih Sengkuni.
Setelah pekerjaan bangunan Bale Sigologolo selesai, Para Kurawa menyiapkan perhelatan. Ada yang menggelar permadani, ada yang menyiapkan makanan dan minuman, ada pula yang menata panggung untuk pertunjukan tari tarian, dan juga disiapkan beberapa tempat tidur untuk istirahat Para Pandawa.
Setelah semuanya siap, Pandawa diundang menghadiri pesta di Bale Sigologolo, Para Pandawa dan Ibu Kunti duduk santai diatas permadani. Suasana menyenangkan. Suyudana dan adik adiknya begitu sangat ramah, mereka mempersilakan semua makanan dan minuman yang sudah disediakan.
Rupanya mereka beramah tamah, karena ada maunya. Supaya Para Pandawa mau disuguhkan makanan dan minuman yang sudah dicampuri sesuatu yang bisa memabukkan. Ibu Kunti, Punta Dewa, Arjuna, Pinten dan Tangsen merasa pusing, kemudian tak sadarkan diri. Sedangkan Bima yang sejak awal mempunyai rasa curiga,ia tidak makan apapun.
Tanpa sepengetahuan Para Pandawa maupun Kurawa,, ternyata ada seorang Ibu-ibu dengan anaknya lima orang laki laki, yang sangat kelaparan, telah memasuki sebuah bilik makan. Mereka makan dengan lahapnya.
Setelah diperkirakan Ibu Kunti dan Para Pandawa sudah mabuk, maka para Kurawa segera keluar dari Bale Sigologolo. Bale Sigologolo disiram dengan minyak bumi, dan kemudian disulutnya dengan api, yang banyak tersedia sebagai oncor penerang Bale Sigologolo. Bima mencium bau minyak bumi, setelah itu mencium pula bau kayu terbakar. Bima menjadi gugup ketika melihat Ibu Kunti dan saudara saudaranya belum juga sadar dari pingsannya.
Bima memohon kepada Dewata agar diberikan keselamatan pada keluarga Pandawa, dijauhkan dari bahaya api yang telah mengepungnya. Para Kurawa melemparkan oncor oncor itu, baik didinding sekeliling, di atap dan di bilik blik. Suara api meletup letup, memekak kan telinga dan asapnya mengganggu pandangan mata Bima. Bima juga merasakan kesulitan untuk bernapas, mata menjadi pedih karena asap.
Dewata memberikan pertolongan. Bima me lihat Seekor rase yang lari dihadapannya, kearah sudut bangunan Bale Sigolo golo. Bagi Bima suatu isyarat dewa untuk menyelamatkan Pandawa.Tanpa berpikir panjang lagi, maka Bima langsung segera menggendong seluruh keluarganya, dan mengikuti seekor rase yang lari dari kobaran api. Rase tersebut menuju suatu lobang kecil di sudut bangunan Bale Sigologolo. Bima membongkar tanah tempat rase menghilang, ternyata ada terowongan bawah tanah yang tertutup kerangka besi, Bima menyingkirkan tutup terowongan, kemudian Bima dengan hati hati menggendong Ibu dan saudara saudaranya,turun kedalam terowongan, sehingga mereka semua terhindar dari kobaran api. Terowongan itu dibuat oleh Yama Widura, guna menyelamatkan Para Pandawa. Setelah jauh meninggalkan Bale Sigologolo lewat bawah tanah, Bima masih dengan menggendong ibu dan saudara saudaranya berjalan dalam terowongan menuju jalan tembus goa tempat tinggal Sanghyang Antaboga. Akhirnya Bima sampai dihadapan Sanghyang Antaboga. Sanghyang Antaboga mengobati Ibu Kunti dan Pandawa yang membutuhkan pertolongan. Setelah mendapat perawatan secukupnya merekapun siuman kembali.
Sementara itu Bima terpesona dengan kecantikan puteri Sanghyang Antaboga yang bernama Dewi Nagagini. Keduanya saling mencintai, akhirnya atas persetujuan Ibu Kunti, Bima memperistri Dewi Nagagini. Sebelumnya Bima telah beristri Dewi Urangayu anak Bethara Baruna, saat Bima mendapat tugas Pandita Durna, untuk mencari sarang angin didalam Samudera, yang akhirnya mempertemukannya dengan Dewa Ruci.
Setelah hari ketujuh melangsungkan ritual perkawinan Bima dan Dewi Nagagini, Ibu Kunti dan para Pandawa, termasuk Werkudara pun berpamitan kepada Sanghyang Antaboga dan Dewi Nagagini.
Setelah keluar dari Goa Kerajaan Sapta pertala, mereka meneruskan perjalanan. Sete lah berjalan sekian lama, Ibu Kunti dan Para Pandawa sampailah di desa Ekacakra, Desa Ekacakra adalah sebuah desa yag letaknya diperbatasan Kerajaan Gilingwesi dan Astinapura. Desa Ekacakra termasuk wilayah Kerajaan Gilingwesi. Desa Ekacakra kelihatan tidak ada tanda tanda kehidupan. Desa Ekacakra hampir hampir tidak ada penghuninya.
Para Pandawa mencari tahu, apa sebe narnya yang telah terjadi di desa ini. Akhirnya mereka menemukan Begawan Wijrapa yang sedang menangisi nasibnya. Ia mendapat giliran untuk menyediakan seorang manusia untuk makanan raja. Setiap hari penduduk dimintai jatah hidangan daging manusia yang masih hidup secara bergiliran, Hal tersebut berlangsung tiap hari,sampai hampir hampir habis penghuninya. Sedang keluarga Begawan Wijrapa tinggal dirinya yang masih hidup. Sedangkan istri dan anak anaknya habis untuk makanan Prabu Baka Raja Gilingwesi. Mendengar itu, Bima meminta kepada Begawan Wijrapa untuk mengantarkannya sebagai hidangan makanan Prabu Baka. Semula Begawan Wijrapa, menolaknya, namun ketika Bima, melakukan itu karena berniat akan membebaskan penduduk dari kekejaman Prabu Baka, maka Begawan Wijrapa pun sanggup mengantarkannya. Setelah dilumuri bumbu, dibawalah Bima dengan gerobag yang ditarik oleh serakit sapi yang cukup gemuk. Sesampai di Istana Gilingwesi, Bima dimasukkan dalam baki besar dan disiapkan di meja makan. Sedangkan sapi yang menarik gerobag sudah habis dimakan Prabu Baka.Prabu Baka kemudian menyantap Bima. Bima langsung digigitnya. Bima merasa kesakitan. Bima lalu memukul wajah Prabu Baka berkali kali,Prabu Baka terkejut melihat makanannya mengajak berkelahi. Dalam perkelahian ini Prabu Baka tewas. Dengan tewasnya Prabu Baka,Penduduk Ekacakra merasa senang, karena sekarang sudah terbebas dari kejahatan Prabu Baka. Ibu Kunti dan Para Pandawa berpamitan dengan warga penduduk desa Ekacakra yang tersisa, untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Astina.
Perjalanan Ibu Kunti dan Pandawa ke Astina diantar Begawan Wijrapa.Setelah beberapa hari diperjalanan, Dewi Kunti dan Pandawa lima sampailah di Astina, dan menghadap Eyang Bisma,**
PANCA DAMAR SEJATI
Media belajar, mencari Informasi, Wawasan, ilmu pengetahuan dan pengalaman seputar Agama dan Budaya serta yang terkait dengan kehidupan.
Kamis, 07 Juli 2011
MAKNA FILOSOFIS SEMAR
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan
Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : "Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal". Sedang tangan kirinya bermakna "berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik".
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa.
Rambut semar "kuncung" (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi.
Semar barjalan menghadap keatas maknanya : "dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat".
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok semar adalah
- Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
- Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
- Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
- Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
- Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Semar (pralambang ngelmu gaib) - kasampurnaning pati.
Gambar kaligrafi jawa tersebut bermakna :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan
Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : "Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal". Sedang tangan kirinya bermakna "berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik".
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa.
Rambut semar "kuncung" (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi.
Semar barjalan menghadap keatas maknanya : "dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat".
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok semar adalah
- Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
- Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
- Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
- Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
- Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Semar (pralambang ngelmu gaib) - kasampurnaning pati.
Gambar kaligrafi jawa tersebut bermakna :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".
ASMARADHANA UNDANG WADYA
Sang Swatama Angundangi
Undang wadya bala kuswa
Kinen Samekta gamane
Titian Kuda kreta joli jempana
Bendene ngunya mangungungkung
Tengara Bidaling Wadya..
Undang wadya bala kuswa
Kinen Samekta gamane
Titian Kuda kreta joli jempana
Bendene ngunya mangungungkung
Tengara Bidaling Wadya..
Selasa, 24 Mei 2011
PATIH UDAWA
Udawa adalah putra dari nyai Segopi. Adalah rahasia besar kerajaan Mandura pada masa prabu Basudewa. Rahasia yang menyatakan bahwa Udawa adalah putra raja Mandura, Basudewa dengan nyai Segopi. Seorang abdi dalem yang berwajah cantik itu telah membuat sang raja terpesona dan jatuh cinta padanya. Hingga suatu hari akhirnya terjadi lah peristiwa yang akhirnya menyebabkan Nyai Segopi mengandung dan melahirkan anak laki – laki yang tampan. Oleh prabu Basudewa diberi nama Udawa dan di beri pusaka kyai Gondo Ludiro, pusaka berwujud keris ligan. Kemudian Nyai Segopi dan bayinya akhirnya di berikan kepada Demang Sagopa atau Antyagopa di Widarakandang.
Pada saat masih muda, Udawa selalu bersama Narayana (Kresna muda) yang saat itu bersama kakaknya, Kakrasana dan adiknya Bratajaya juga diasuh oleh demang Antyagopa. Kemana saja Narayana pergi, Udawa selalu mengikutinya.
Sampai pada saat Narayana berguru kepada Begawan Padmanaba, Udawa pun ikut berguru. Sehingga saat setelah Begawan Padmanaba yang merupakan jelmaan bathara Wisnu memberikan cakra dan wijaya kusuma lalu bersatu dengan Narayana. Narayana kemudian berkata pada Udawa, bahwa suatu saat jika dia menjadi raja, maka Udawa lah yang berhak menjadi patihnya.
Sabda itupun terjadi, setelah berhasil mengalahkan prabu Yudakalakresna dari kerajaan Dwarakawestri atau Dwarawati, Narayana pun menjadi raja di Dwarawati bergelar sri Kresna, dan patihnya tidak lain adalah Udawa.
Setelah resmi menjadi patih di Dwarawati, saat itu Udawa berkeinginan untuk membebaskan bumi Widarakandang dari Negara Mandura, yang saat itu rajanya adalah saudara seayah, prabu Balarama atau Baladewa. Namun keinginan itu membuat prabu Baladewa marah besar karena merasa Udawa akan memberontak. Puncaknya, terjadi pertempuran sengit antara Prabu Baladewa dan patih Udawa yang menginginkan kemerdekaan bumi Widarakandang. Keduanya sama – sama sakti dan tidak ada yang menang dan kalah. Akhirnya Baladewa mengeluarkan senjata pamungkasnya, tombak Nenggala dan Udawa mengeluarkan pusaka warisan ayahnya, keris kyai Gondo Ludiro. Saat kedua pusaka tersebut bertabrakan timbullah api yang sangat dasyat dan menimbulkan Goro – Goro di kahyangan Suralaya. Hyang Narada pun akhirnya menuju ke alam kaswargan mencari sukma Basudewa agar melerai mereka dan menjelaskan semuanya.
Akhirya keduanya pun dilerai oleh sukma Basudewa. Dan Basudewa pun menjelaskan pada Baladewa bahwa bumi Widarakandang sudah di bebaskan dan dimerdekakan sepenuhnya dan di bawah kekuasaan demang Antyagopa waktu itu. Karena sekarang Udawa yang mewarisi, berarti Udawa berhak atas bumi Widarakandang dan bumi Widarakandang bebas serta menjadi bumi merdeka. Baladewa pun akhirnya mau menerima. Dan atas permintaan Basudewa pula lah tombak Nenggala dipotong sedikit pegangannya untuk dijadikan pegangan keris Gondo Ludiro. Setelah semua selesai sukma Basudewa kembali ke kahyangan dan Udawa pun akhirnya berhasil menjadikan bumi Widarakandang sebagai bumi merdeka dan menjadikannya sebagai kepatihan Dwarawati.
Udawa sosok patih yang setia kepada rajanya. Saat lakon Gendreh Kemasan. Udawa berperang dengan prabu Baladewa karena Baladewa terkena fitnah patih Sengkuni, Udawa akhirnya tertembus Nenggala karena kerisnya berhasil direbut oleh Baladewa. Dia tidak mati, dia terus merangkak dan menjauh dari Dwarawati. Tekadnya tidak akan mati sebelum dia bertemu dengan Sri Kresna yang saat itu menghilang dari kerajaan. Akhirnya Udawa mati didepan prabu Kala Supadma jelmaan Sri Kresna. Melihat kesetiaannya itulah, Akhirnya Udawa dihidupkan kembali.
Begitu juga saat Sri Kresna bertapa tidur di Sumur Jalatunda, tepatnya di bale Makambang. Bersama adiknya yang menjadi Senopati Dwarawati, Setyaki dan putra Sri Kresna, Setyaka dia menjaga ketentraman disana. Tidak lama setelah itu datanglah Anoman dan Gathotkaca membantu menjaga ketentraman disana. Udawa lah yang bisa menaklukan Baladewa yang sedang marah – marah dan ingin sekali membangunkan Sri Kresna.
Begitulah Sosok patih Udawa yang tegas, setia dan pantas di contoh. Sebagai patih atau wakil dari raja. Kesetiannya kepada raja sejak masih muda, belum menjadi raja sampai usai perang bharatayuda.
RADEN WISANGGENI
Nalika semana, jabang bayi kalabuh ing kawah candradimuka. Karanjap maewu – ewu pusaka kadewatan. Nanging amarga antuk pengayomaning sang Hyang Wenang, ora ndadekake sirnane si jabang bayi, malah ndadekna saya gedhe lan gedhe. Sanalika jabang bayi kang wus katon diwasa jumedul saking telenging kawah candradimuka.
Cuplikan pocapan diatas menggambarkan keadaan dimana bayi yang lahir prematur dan lahir karena siksaan di ceburkan kedalam kawah candradimuka, nerakanya para dewa. Bayi malang tak berdosa itu menjadi korban gelap mata kakeknya yang lebih memilih seorang raja dari Tunggulmalaya daripada Penegah Pandawa.
Berawal dari raja Tunggul Malaya, Dewasrani. Yang menginginkan seorang bidadari kahyangan dari Argadahana ya kahyangan api, putri dari bathara Brama dan bathari Saraswati bernama bathari Dresanala. Dia meminta bantuan ibunya, bathari Durga atau hyang Permoni untuk meminta bathari Dresanala kepada sang penguasa Triloka, penguasa kahyangan suralaya, bathara Guru.
Atas bujukan dan rayuan dari Permoni, bathara Guru pun terpengaruh dan meminta Bathara Brama putranya untuk segera menceraikan Dresanala yang telah menjadi istri dari Arjuna. Walaupun penasehat kahyangan suralaya, Naradha telah menasehati bathara Guru berkali – kali, namun bathara Guru pun tidak menggubrisnya.
Akhirnya Brama pun meminta Dresanala untuk bercerai dari Arjuna. Namun karena cintanya yang tulus kepada Arjuna, Dresanala pun tidak mau bercerai dan dia akhirnya disiksa oleh ayahnya sendiri. Padahal saat itu dia sedang mengandung 7 bulan. Akibat kerasnya siksaan dari ayahnya, lahirlah anak Dresanala dari Arjuna, bayi itu lahir laki – laki dan bayi itu akhirnya dibuang ke kawah candradimuka oleh kakeknya sendiri. Sedangkan Dresanala yang sudah tidak berdaya di berikan kepada Dewasrani dan dia dibawa ke Kraton Tunggulmalaya.
Agar memastikan bayi tersebut telah tewas, para dewa atas inisiatif dari Brama menceburkan pusaka – pusaka seperti tombak, panah, keris dan sebagainya kedalam kawah dan saat kawah apinya semakin menjadi – jadi, para dewa meninggalkan kawah dan datanglah bathara Narada. Saat itu atas kehendak sang Wenang, bayi yang kecil mungil dan tidak berdosa tadi keluar dari kawah dan sekarang dia sudah nampak dewasa, tampan dan memiliki kesaktian yang luar biasa.
Oleh Narada, pemuda itu diberi nama Bambang Wisanggeni artinya dia terjadi dari sisa – sisa Wisa (bisa) nya Geni (api). Pemuda itupun akhirnya di jelaskan siapa orang tuanya, kenapa bisa sampai di ceburkan di kawah candradimuka. Setelah tahu yang sebenarnya, pemuda itu marah dan berlari untuk menghajar para dewa yang telah menyengsarakannya.
Akhirnya kakeknya, Brama dan saudara – saudaranya tidak ada yang sanggup melawan dan menandingi kesaktian Wisanggeni yang pilih tanding. Mereka pun melapor pada bathara Guru. Bathara Gurupun akhirnya turun tangan menghadapi pemuda itu dengan senjatanya, Cundamanik. Namun bukan anak Arjuna yang mudah terkalahkan, justru bathara Guru yang akhirnya lari ke Tunggul Malaya karena merasa malu dapat dikalahkan oleh anak kemaren sore.
Wisanggeni pun diajak Narada menemui ayahnya di tengah hutan yang diikuti oleh para Punakawan. Setelah mereka bertemu dan melepas rindu, berangkatlah mereka ke Tunggul Malaya untuk merebut kembali bathari Dresanala.
Dengan kecerdikan dari Wisanggeni, bathari Dresanala dapat di rebut kembali oleh Arjuna. Setelah Dewasrani tahu, dia pun mengejar Arjuna. Bathara Gurupun yang tidak terima segera mengejar Arjuna. Namun ditengah jalan dia dicegat oleh Ismaya (semar) dan menantangnya jika masih tetap menuruti nafsu dan kesalahannya. Akhirnya bathara Guru menyerah dan tidak lagi meminta Dresanala, dia pun bersabda bahwa Dresanala tetap menjadi istri Arjuna.
Dewasrani yang tidak terima hendak menyerang Arjuna akhirnya harus menghadapi kesaktian dari kakaknya, Bima. Dan Bima pun berhasil memukul mundur Dewasrani dan seluruh prajuritnya. Bathari Durga yang sudah merasa tidak mampu menandingi mereka segera kembali ke kahyangan dhandhangmangore. Dan Wisanggeni tetap menjadi putra Arjuna.
Bersama kakak – kakaknya ksatria Pandawa yang sakti – sakti dia ikut menumpas kejahatan dan angkara murka. Bersama kakaknya, putra Bima, Antasena yang menjadi duet kompaknya, Wisanggeni selalu menegakkan kebenaran. Namun Wisanggeni dan Antasena pada akhirnya harus mengorbankan dirinya mati sebelum perang besar Bharatayuda.
Raden Wisanggeni
Nalika semana, jabang bayi kalabuh ing kawah candradimuka. Karanjap maewu – ewu pusaka kadewatan. Nanging amarga antuk pengayomaning sang Hyang Wenang, ora ndadekake sirnane si jabang bayi, malah ndadekna saya gedhe lan gedhe. Sanalika jabang bayi kang wus katon diwasa jumedul saking telenging kawah candradimuka.
Cuplikan pocapan diatas menggambarkan keadaan dimana bayi yang lahir prematur dan lahir karena siksaan di ceburkan kedalam kawah candradimuka, nerakanya para dewa. Bayi malang tak berdosa itu menjadi korban gelap mata kakeknya yang lebih memilih seorang raja dari Tunggulmalaya daripada Penegah Pandawa.
Berawal dari raja Tunggul Malaya, Dewasrani. Yang menginginkan seorang bidadari kahyangan dari Argadahana ya kahyangan api, putri dari bathara Brama dan bathari Saraswati bernama bathari Dresanala. Dia meminta bantuan ibunya, bathari Durga atau hyang Permoni untuk meminta bathari Dresanala kepada sang penguasa Triloka, penguasa kahyangan suralaya, bathara Guru.
Atas bujukan dan rayuan dari Permoni, bathara Guru pun terpengaruh dan meminta Bathara Brama putranya untuk segera menceraikan Dresanala yang telah menjadi istri dari Arjuna. Walaupun penasehat kahyangan suralaya, Naradha telah menasehati bathara Guru berkali – kali, namun bathara Guru pun tidak menggubrisnya.
Akhirnya Brama pun meminta Dresanala untuk bercerai dari Arjuna. Namun karena cintanya yang tulus kepada Arjuna, Dresanala pun tidak mau bercerai dan dia akhirnya disiksa oleh ayahnya sendiri. Padahal saat itu dia sedang mengandung 7 bulan. Akibat kerasnya siksaan dari ayahnya, lahirlah anak Dresanala dari Arjuna, bayi itu lahir laki – laki dan bayi itu akhirnya dibuang ke kawah candradimuka oleh kakeknya sendiri. Sedangkan Dresanala yang sudah tidak berdaya di berikan kepada Dewasrani dan dia dibawa ke Kraton Tunggulmalaya.
Agar memastikan bayi tersebut telah tewas, para dewa atas inisiatif dari Brama menceburkan pusaka – pusaka seperti tombak, panah, keris dan sebagainya kedalam kawah dan saat kawah apinya semakin menjadi – jadi, para dewa meninggalkan kawah dan datanglah bathara Narada. Saat itu atas kehendak sang Wenang, bayi yang kecil mungil dan tidak berdosa tadi keluar dari kawah dan sekarang dia sudah nampak dewasa, tampan dan memiliki kesaktian yang luar biasa.
Oleh Narada, pemuda itu diberi nama Bambang Wisanggeni artinya dia terjadi dari sisa – sisa Wisa (bisa) nya Geni (api). Pemuda itupun akhirnya di jelaskan siapa orang tuanya, kenapa bisa sampai di ceburkan di kawah candradimuka. Setelah tahu yang sebenarnya, pemuda itu marah dan berlari untuk menghajar para dewa yang telah menyengsarakannya.
Akhirnya kakeknya, Brama dan saudara – saudaranya tidak ada yang sanggup melawan dan menandingi kesaktian Wisanggeni yang pilih tanding. Mereka pun melapor pada bathara Guru. Bathara Gurupun akhirnya turun tangan menghadapi pemuda itu dengan senjatanya, Cundamanik. Namun bukan anak Arjuna yang mudah terkalahkan, justru bathara Guru yang akhirnya lari ke Tunggul Malaya karena merasa malu dapat dikalahkan oleh anak kemaren sore.
Wisanggeni pun diajak Narada menemui ayahnya di tengah hutan yang diikuti oleh para Punakawan. Setelah mereka bertemu dan melepas rindu, berangkatlah mereka ke Tunggul Malaya untuk merebut kembali bathari Dresanala.
Dengan kecerdikan dari Wisanggeni, bathari Dresanala dapat di rebut kembali oleh Arjuna. Setelah Dewasrani tahu, dia pun mengejar Arjuna. Bathara Gurupun yang tidak terima segera mengejar Arjuna. Namun ditengah jalan dia dicegat oleh Ismaya (semar) dan menantangnya jika masih tetap menuruti nafsu dan kesalahannya. Akhirnya bathara Guru menyerah dan tidak lagi meminta Dresanala, dia pun bersabda bahwa Dresanala tetap menjadi istri Arjuna.
Dewasrani yang tidak terima hendak menyerang Arjuna akhirnya harus menghadapi kesaktian dari kakaknya, Bima. Dan Bima pun berhasil memukul mundur Dewasrani dan seluruh prajuritnya. Bathari Durga yang sudah merasa tidak mampu menandingi mereka segera kembali ke kahyangan dhandhangmangore. Dan Wisanggeni tetap menjadi putra Arjuna.
Bersama kakak – kakaknya ksatria Pandawa yang sakti – sakti dia ikut menumpas kejahatan dan angkara murka. Bersama kakaknya, putra Bima, Antasena yang menjadi duet kompaknya, Wisanggeni selalu menegakkan kebenaran. Namun Wisanggeni dan Antasena pada akhirnya harus mengorbankan dirinya mati sebelum perang besar Bharatayuda.
Cuplikan pocapan diatas menggambarkan keadaan dimana bayi yang lahir prematur dan lahir karena siksaan di ceburkan kedalam kawah candradimuka, nerakanya para dewa. Bayi malang tak berdosa itu menjadi korban gelap mata kakeknya yang lebih memilih seorang raja dari Tunggulmalaya daripada Penegah Pandawa.
Berawal dari raja Tunggul Malaya, Dewasrani. Yang menginginkan seorang bidadari kahyangan dari Argadahana ya kahyangan api, putri dari bathara Brama dan bathari Saraswati bernama bathari Dresanala. Dia meminta bantuan ibunya, bathari Durga atau hyang Permoni untuk meminta bathari Dresanala kepada sang penguasa Triloka, penguasa kahyangan suralaya, bathara Guru.
Atas bujukan dan rayuan dari Permoni, bathara Guru pun terpengaruh dan meminta Bathara Brama putranya untuk segera menceraikan Dresanala yang telah menjadi istri dari Arjuna. Walaupun penasehat kahyangan suralaya, Naradha telah menasehati bathara Guru berkali – kali, namun bathara Guru pun tidak menggubrisnya.
Akhirnya Brama pun meminta Dresanala untuk bercerai dari Arjuna. Namun karena cintanya yang tulus kepada Arjuna, Dresanala pun tidak mau bercerai dan dia akhirnya disiksa oleh ayahnya sendiri. Padahal saat itu dia sedang mengandung 7 bulan. Akibat kerasnya siksaan dari ayahnya, lahirlah anak Dresanala dari Arjuna, bayi itu lahir laki – laki dan bayi itu akhirnya dibuang ke kawah candradimuka oleh kakeknya sendiri. Sedangkan Dresanala yang sudah tidak berdaya di berikan kepada Dewasrani dan dia dibawa ke Kraton Tunggulmalaya.
Agar memastikan bayi tersebut telah tewas, para dewa atas inisiatif dari Brama menceburkan pusaka – pusaka seperti tombak, panah, keris dan sebagainya kedalam kawah dan saat kawah apinya semakin menjadi – jadi, para dewa meninggalkan kawah dan datanglah bathara Narada. Saat itu atas kehendak sang Wenang, bayi yang kecil mungil dan tidak berdosa tadi keluar dari kawah dan sekarang dia sudah nampak dewasa, tampan dan memiliki kesaktian yang luar biasa.
Oleh Narada, pemuda itu diberi nama Bambang Wisanggeni artinya dia terjadi dari sisa – sisa Wisa (bisa) nya Geni (api). Pemuda itupun akhirnya di jelaskan siapa orang tuanya, kenapa bisa sampai di ceburkan di kawah candradimuka. Setelah tahu yang sebenarnya, pemuda itu marah dan berlari untuk menghajar para dewa yang telah menyengsarakannya.
Akhirnya kakeknya, Brama dan saudara – saudaranya tidak ada yang sanggup melawan dan menandingi kesaktian Wisanggeni yang pilih tanding. Mereka pun melapor pada bathara Guru. Bathara Gurupun akhirnya turun tangan menghadapi pemuda itu dengan senjatanya, Cundamanik. Namun bukan anak Arjuna yang mudah terkalahkan, justru bathara Guru yang akhirnya lari ke Tunggul Malaya karena merasa malu dapat dikalahkan oleh anak kemaren sore.
Wisanggeni pun diajak Narada menemui ayahnya di tengah hutan yang diikuti oleh para Punakawan. Setelah mereka bertemu dan melepas rindu, berangkatlah mereka ke Tunggul Malaya untuk merebut kembali bathari Dresanala.
Dengan kecerdikan dari Wisanggeni, bathari Dresanala dapat di rebut kembali oleh Arjuna. Setelah Dewasrani tahu, dia pun mengejar Arjuna. Bathara Gurupun yang tidak terima segera mengejar Arjuna. Namun ditengah jalan dia dicegat oleh Ismaya (semar) dan menantangnya jika masih tetap menuruti nafsu dan kesalahannya. Akhirnya bathara Guru menyerah dan tidak lagi meminta Dresanala, dia pun bersabda bahwa Dresanala tetap menjadi istri Arjuna.
Dewasrani yang tidak terima hendak menyerang Arjuna akhirnya harus menghadapi kesaktian dari kakaknya, Bima. Dan Bima pun berhasil memukul mundur Dewasrani dan seluruh prajuritnya. Bathari Durga yang sudah merasa tidak mampu menandingi mereka segera kembali ke kahyangan dhandhangmangore. Dan Wisanggeni tetap menjadi putra Arjuna.
Bersama kakak – kakaknya ksatria Pandawa yang sakti – sakti dia ikut menumpas kejahatan dan angkara murka. Bersama kakaknya, putra Bima, Antasena yang menjadi duet kompaknya, Wisanggeni selalu menegakkan kebenaran. Namun Wisanggeni dan Antasena pada akhirnya harus mengorbankan dirinya mati sebelum perang besar Bharatayuda.
Langganan:
Postingan (Atom)